Showing posts with label resensi film. Show all posts
Showing posts with label resensi film. Show all posts

The Last Song: Kisah Anak Korban Perceraian

Diangkat dari novel laris karya Nicholas Sparks, film The Last Song mengisahkan tentang Veronica Miller atau Ronnie (Miley Cyrus), seorang gadis remaja yang kecewa berat karena harus menghadapi kenyataan pahit ketika kedua orangtuanya bercerai.

Ayahnya yang seorang profesor Juilliard School dan pemain piano konser meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah katapun dan bermukim di kota lain, di sebuah rumah dekat pantai. Ronnie yang tidak terima atas perceraian tersebut, memilih untuk tinggal bersama ibunya, Kim (Kelly Preston) dan membenci ayahnya. Tak ingin kebencian Ronnie terhadap ayahnya terus berlarut-larut, ibunya memutuskan agar Ronnie dan adiknya menghabiskan waktu liburan musim panas bersama sang ayah, Steve (Greg Kinnear).

Dari kota besar New York mereka menuju ke kota kecil di Pulau Tybee, di Georgia. Ronnie dan adiknya, Jonah (Bobby Coleman) tiba di rumah pantai ayah mereka yang sudah beberapa tahun tidak dilihatnya. Kehidupan Ronnie di masa liburan yang dianggapnya sebagai ’siksaan bagai di neraka’ ternyata merupakan masa yang penuh dengan sentuhan Ilahi karena di sanalah Ronnie menemukan begitu banyaknya cinta kasih. Cinta dari seorang pemuda di kota kecil itu, cinta adiknya dan yang tidak pernah terbersit sedikitpun dalam pikirannya adalah cinta sejati ayahnya.

Seperti ayahnya, bakat Ronnie adalah bermain piano klasik, tapi ia kemudian menolak untuk bermain lagi sejak orangtuanya berpisah. Pertemuan kembali Ronnie dan Steve terus menimbulkan perdebatan dan selama liburan itu Steve berusaha memulihkan hubungan melalui kesukaan mereka bersama dalam musik. Sementara itu, dengan dibantu Jonah, Steve juga bekerja membenahi kembali jendela kaca patri dari sebuah gereja yang baru terbakar. Kebanyakan orang di kota menyalahkan Steve atas kebakaran itu di mana Steve sendiri sedang tertidur dalam gedung waktu itu.

Di Pulau Tybee, Ronnie bertemu seorang pemuda, Will Blakelee (Liam Hemsworth), seorang pria pemain bola voli pantai yang populer dan mereka memulai hubungan asmara yang mulai melembutkan hati Ronnie. Segera, bagaimanapun juga, rahasia keluarga akan terbuka antara Will dan keluarga Ronnie. Akan ketahuan siapa sebenarnya yang sengaja membakar tetapi tidak mengungkapkan hal itu, membiarkan warga kota berpikir itu adalah Steve. Steve memiliki rahasia yang terus ia jaga dari kedua anaknya.

Kisah ini, seperti umumnya novel Nicholas Sparks, sangat banyak menguras emosi. Sparks adalah penulis 'The Notebook' dan 'A Walk to Remember' yang keduanya juga telah sukses difilmkan. Miley Cyrus yang melejit karena film 'Hannah Montana' di Disney Channel, memberikan permainan yang menarik sebagai remaja pemberontak. Peran Bobby Coleman sebagai adik, berhasil mencuri perhatian dalam sikap rasa tak bersalah dan sakit hati saat mencoba untuk menyelesaikan jendela kaca patri tanpa bantuan ayahnya.

Menurut penilaian Movieguide, film ini menyajikan tema tentang pengampunan dan anugerah. Ronnie belajar bahwa ia, bersama dengan keluarga dan teman-temannya, adalah orang-orang yang sedang dalam proses pembentukan Allah. Meskipun bukan secara terang-terangan, iman kepada Allah, cinta dan kehormatan tetap dijunjung tinggi dalam film ini. Meskipun Ronnie digambarkan sebagai remaja pemberontak, dia tidak minum atau merokok ganja seperti yang dilakukan teman-temannya yang lain. (Hartono Tj) — dari berbagai sumber

Genre: Drama
Pemain: Miley Cyrus, Greg Kinnear, Kelly Preston, Liam Hemsworth, Bobby Coleman, Hallock Beals
Sutradara: Julie Anne Robinson
Studio: Offspring Entertainment
Distributor: Touchstone Pictures (Disney)
Durasi: 107 menit

Read more...

Garuda di Dadaku

Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku
Kuyakin hari ini pasti menang
Kobarkan semangatmu, tunjukkan mobilitasmu
Kuyakin hari ini pasti menang

Lagu "Garuda di Dadaku" adalah lagu yang selalu dinyanyikan PSSI (timnas sepak bola Indonesia) setiap akan bertanding.Lagu ini notasinya diambil dari lagu daerah asal Papua, Apusé.
Meski sepak bola merupakan olahraga dan hiburan rakyat Indonesia, namun ada semacam pemikiran pada sebagian orang-orang Indonesia bahwa menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan. Dalam film ini, pemikiran itu pula yang selalu terlontar pernyataan-pernyataan Kakek Usman (Ikranegara) agar Bayu (Emir Mahira), cucunya itu tidak akan menjadi pemain sepak bola seperti ayahnya. Melalui film ini, ada pesan khusus kepada kita semua, bahwa kita perlu mengapresiasi olahraga sepak bola dan para pemainnya. Melalui sepak bola nasional, kita mengenal salah satu atlit cerdas yang dimiliki Indonesia, Bambang Pamungkas dan masih banyak deretan nama-nama lainnya yang menjadi icon timnas PSSI di masa lalu.

Bayu, 12 tahun yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, menghadapi dilema menyenangkan kakeknya atau meraih mimpi dalam hidupnya menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari Bayu secara diam-diam berlatih sepak bola sendiri dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil mendribble bola "rolling-rolling" untuk sampai ke lapangan bulutangkis bermain dengan anak-anak lainnya. Beruntung Bayu mempunyai sahabat yang bernama Heri (Aldo Tansani) si penggila bola, Heri selalu mendorong agar Bayu untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional.

Dengan dukungan sahabatnya ini, Bayu menjadi pantang menyerah untuk meraih mimpinya menjadi pemain sepak bola. Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari-cari berbagai alasan kepada Sang Kakek, agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Tetapi hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu ini, dan bahkan persahabatan tiga anak itu terancam putus. Konflik inilah yang dikemas secara apik oleh sang penulis dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan, semangat hidup dan persahabatan yang terjalin erat di antara anak-anak dari kelas sosial yang berbeda.

Bayu, Heri dan Zahra (Marsha Aruan) adalah anak-anak yang mempunyai kendalanya masing-masing, namun mereka bukanlah tipe anak-anak yang loyo, yang gampang menyerah. Heri meski ia cacat tetapi justru menjadi motivator handal bagi Bayu, Zahra dari kalangan jelata pun mempunyai potensi yang bisa diandalkan dengan jiwa seninya. Bayu menghadapi ambisi besar sang Kakek dan harus menjadi anak yang penurut, namun di balik itu, ia justru melakukan sebuah pemberontakan karena ia mempunyai mimpi dan ambisi yang lebih besar untuk menjadi pemain sepak bola. Dan pada akhirnya mimpi Bayu yang kuat ini, berakhir pada kebahagiaan. Lewat kerja keras dan dukungan sahabat-sahabat yang memicu semangatnya dan sekaligus usaha mendapat restu dari sang Kakek.

Garuda di Dadaku adalah film Indonesia yang bagus dan mendidik, Ikranegara menampilkan figur kakek yang sesuai dengan karakter cerita. Ari Sihasale melakukan totalitas karakter sebagai seorang pelatih sepakbola. Dan ada haru, kadang juga jenaka dan tawa. Pada bagian ini, apresiasi, layak diberikan kepada Ramzi, yang berperan sebagai Bang Duloh. Apresiasi khusus kepada Aksan Sjuman dan Titi Sjuman, pasangan suami istri ini menghadirkan music score yang bagus sekali, yang mampu membawa para penonton pada suasana batin yang riuh dan gempita. Dengan musik itu, membawa mata kita memandang bagaimana Bayu, sang pemain bola cilik itu menggiring bola di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Bola, bila sudah dalam penguasaan kakinya sulit direbut lawan. Kaki Bayu seolah mencengkram bola itu sekuat burung Garuda. Aksan dan Titi Sjuman memilih scoring musiknya ini ditampilkan oleh Beijing Simphony Orchestra di Beijing, China.

Selain pesan-pesan pendidikan, semangat pluralitas dan persahabatan ditampilkan secara lugas. Dalam film ini juga membawa kembali pesan-pesan bagi anak-anak kita untuk kembali mengingat akan lambang negara kita Garuda Pancasila yang tertera jelas pada seragam timnas PSSI. Pancasila sebagai falsafah dasar bernegara dan berpedoman hidup bangsa Indonesia pada masa sekarang ini sedikit demi sedikit telah ditinggalkan dalam sistem pendidikan di Indonesia ini. Sehingga banyak perilaku remaja masa sekarang yang tidak mencerminkan pribadinya sebagai warga Indonesia yang berasaskan pancasila. Melalui "Garuda di Dadaku" mari kita kembali untuk sadar, bahwa Pancasila itu mengandung toleransi, dan sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. (Bagus Pramono)

Pemain:
Emir Mahira: Bayu
Aldo Tansani: Heri
Marsha Aruan: Zahra
Ikranagara: Kakek Usman
Maudy Koesnaedi: Ibu Wahyuni
Ary Sihasale: Pak Johan, pelatih sekolah sepakbola
Ramzi: Bang Duloh

Sutradara: Ifa Isfansyah
Penulis Skenario: Salman Aristo (Ayat Ayat Cinta, Laskar Pelangi, Kambing Jantan)
Penata Musik: Aksan Sjuman dan Titi Sjuman (Laskar Pelangi, King)
Produser: Shanty Harmayn
Produksi: SBO Films dan Mizan Productions

Read more...

Narnia: The Voyage of the Dawn Trader

Film berdasarkan pada seri ketiga dari tujuh seri novel The Chronicles of Narnia karya CS Lewis ini masih konsisten dengan tema-tema Kristen di seluruh ceritanya, seperti tentang iman, mengatasi godaan, rekonsiliasi, keselamatan dan bahkan tentang sorga.

Petualangan Dawn Trader menceritakan Edmund Pevensie (Keynes) dan Lucy Pevensie (Georgie Henley) ditemani sepupu mereka, Eustace (Will Poulter) kembali ke negeri Narnia yang penuh dengan keajaiban.

Bersetting masa Perang Dunia II di Inggris, Edmund dan Lucy sedang tinggal dengan Eustace yang suka merajuk. Saat Edmund dan Eustace berselisih, sebuah lukisan kapal di tengah samudera di ruangan rumah tiba-tiba saja menjadi hidup dan menenggelamkan Edmund dan Lucy lalu membawa mereka ke Narnia. Eustace yang sedang berada bersama tentu saja ikut terbawa.

Ketiganya segera berenang ke permukaan dan langsung bertemu kapal Dawn Treader yang berisi Pangeran Caspian (Ben Barnes) dan anak buahnya. Kisah tentang petualangan Caspian diceritakan pada film sebelumnya "The Chronicles of Narnia: Prince Caspian" yang dirilis tahun 2008. Kini, Caspian telah menjadi raja dan sedang dalam perjalanan mencari tujuh orang bangsawan Narnia yang hilang.

Para bangsawan ini memiliki pedang yang jika dipersatukan di atas meja Aslan, akan dapat membebaskan Narnia dari pengaruh jahat yang sedang menguasai. Jika di film pertama Edmund dan Lucy menghadapi Penyihir Putih (Tilda Swinton) dan kemudian Raja Miraz (Sergio Castellitto) di film kedua, di film ketiga ini kekuatan jahatnya jarang muncul. Biasanya hanya berupa kabut berwarna hijau yang bisa menguasai pikiran.

Musuh tidak berwujud yang harus dihadapi dalam film ini berupa kekuatan jahat yang ada dalam pikiran masing-masing. Namun begitu pada akhirnya ada juga wujud yang muncul, berupa monster laut menyeramkan yang bisa menghancurkan kapal.

Dalam pencarian mereka dari pulau ke pulau, Caspian, Edmund, Lucy dan Eustace bergiliran digoda oleh "roh jahat" yang berada di belakang asap. Ujian sesungguhnya bagi mereka tidak terletak dalam memerangi amukan gelombang atau monster laut tetapi memerangi keserakahan diri akan kekuasaan, kekayaan dan keindahan.

Di salah satu pulau, mereka bertemu penyihir yang membuat pernyataan profetik, "Untuk mengalahkan kegelapan di luar sana, kamu harus mengalahkan kegelapan di dalam dirimu." Ini mengingatkan pada satu ayat dari Efesus yang berbicara tentang perjuangan Kristen bukanlah melawan darah dan daging tetapi melawan roh-roh jahat di udara.

Sisi lemah Eustace muncul paling awal dan kita mau tak mau akan kasihan padanya ketika dari seorang perengek berubah menjadi makhluk naga berapi. Pengembangan karakternya adalah yang paling mendalam seperti terlihat ketika dia menang atas keegoisan serta ketakutan dan akhirnya memeluk iman dalam Aslan.

"Tidak peduli seberapa keras aku mencoba, aku tidak bisa melakukannya sendiri," kata Eustace.

Pesan penting yang diberikan film ini adalah penuturan Aslan menjelang akhir film. Edmund dan Lucy diberitahu bahwa mereka telah melampaui waktu mereka di Narnia, Aslan menasihati, "Di duniamu, aku punya nama lain. Engkau harus belajar untuk mengenalku dengan nama itu. Ini adalah alasan mengapa engkau dibawa ke Narnia, bahwa dengan mengetahui sedikit tentang aku, engkau akan tahu tentang aku lebih baik di sana."

Satu hal yang hilang dari film Narnia ketiga ini adalah kurangnya makhluk Narnia yang banyak ditampilkan dalam "The Lion, the Witch and the Wardrobe" dan "Prince Caspian". Dari sisi special effect, Petualangan Dawn Trader tetap mengagumkan dan membawa penonton pada dunia lain yang mencengangkan meski ditangani oleh sutradara yang berbeda dari seri sebelumnya. (Hartono Tj) — dari berbagai sumber

Pemain: Skandar Keynes, Georgie Henley, Ben Barnes, Will Poulter
Genre: Fantasi
Sutradara: Michael Apted
Naskah: Christopher Markus, Stephen McFeely, Steven Knight, Michael Petroni, Richard LaGravenese
Produser: Mark Johnson, Andrew Adamson, Philip Steuer, Douglas Gresham
Distributor: 20th Century Fox
Durasi: 115 minutes
Rilis: 10 Desember 2010

Read more...

Letters to God: Perjuangan Iman Melawan Kanker

Diproduksi oleh David Nixon, salah satu sutradara di balik film sukses bertema Kristen "Facing The Giants" dan "Fireproof," film "Letters to God" bercerita tentang Tyler Doherty, seorang anak delapan tahun penderita kanker yang menulis surat kepada Tuhan dalam bentuk doa.

Dalam suratnya, Tyler (Tanner Maguire) berbicara kepada Allah seperti layaknya teman dekat dengan cara yang menyiratkan bahwa ia akan bertemu Sang Khalik tidak terlalu lama lagi. Tyler memiliki semangat yang tangguh. Dia selalu berusaha melakukan apa yang Yesus akan lakukan, meskipun ia menderita tumor otak dan harus melalui kemoterapi.

Ayahnya meninggal beberapa tahun sebelumnya. Kakaknya Ben (Michael Bolten), merasa marah pada hilangnya figur ayah dan juga ibunya, Maddy Doherty (Robyn Lively) karena dia harus mengurus Tyler sepenuh waktu.

Nenek Tyler datang untuk tinggal bersama mereka dan memberikan perspektif Kristen yang kuat bagi seisi rumah. Sementara tetangga sebelahnya seorang gadis bernama Samantha (Bailee Madison), siap untuk menjadi pembela Tyler. Ketika suatu hari Tyler pergi ke sekolah setelah dua bulan absen, seorang anak mengolok-olok dia. Sam mendorong wajah anak itu ke dalam makan siangnya di kantin sekolah.

Ketika surat Tyler tiba di kantor pos, seperti yang dapat dibayangkan, timbul kebingungan akan dikemanakan surat-surat tersebut. Dan tugas ini menimpa Brady McDaniels (Jeffrey SS Johnson), untuk mengurusnya. Brady adalah petugas pengantar surat yang tengah terpisah dari istri dan anak laki-lakinya.

Tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan surat-surat itu, Brady mencoba membawanya ke gereja—sebuah tempat yang tampaknya baik untuk bisa menyampaikan surat tersebut kepada Allah—tetapi pendeta setempat menjelaskan bahwa surat-surat itu dipercayakan kepada Brady karena suatu alasan. Jadi akhirnya Brady harus bergumul dengan dirinya sendiri, dan ia memutuskan akan melakukan misi dari Tuhan.

Seiring waktu, Brady mulai membentuk persahabatan dengan Tyler dan keluarganya. Melalui jalan surat-surat Tyler, akhirnya kehidupan Brady kemudian berbalik dan dia datang kepada Kristus. Bahkan, satu per satu, tetangga Samantha dan teman-temannya datang kepada Kristus.

Film "Letters to God" ini banyak berbicara tentang Yesus. Orang-orang berdoa secara terbuka dalam film ini, mendiskusikan tentang kematian, dan bersukacita dalam hidup mereka. Meski dibuat dengan biaya rendah, film ini berhasil menembus Top 10 Box Offixe pada minggu pertama pemutaran yang dimulai 9 April 2010.

Film yang dibuat berdasarkan kisah nyata ini memberikan kesan yang begitu mendalam. Dikelilingi oleh keluarga serta orang-orang yang mencintai dan dipersenjatai dengan iman, Tyler menghadapi pertarungan hari demi hari melawan kanker dengan keberanian dan anugerah. Akankah doa-doa itu dijawab dan Allah menyembuhkan Tyler? (Hartono Tj) — dari berbagai sumber

Pemain: Robyn Lively, SS Jeffrey Johnson, Maree Cheatham, Maguire Tanner, Christopher Michael Bolton, Madison Bailee, Ralph Waite
Sutradara: David Nixon
Genre: Drama
Durasi: 110 Menit
Release: 9 April 2010

Read more...

Fireproof: Menyelamatkan Pernikahan

Di tengah derasnya serbuan film Holywood, tak cukup banyak film yang bagus dan memberikan pelajaran berharga bagi penontonnya. Kebanyakan film dibuat justru menyuguhkan kekerasan, keserakahan, dan kejahatan. Namun demikian, bersyukur masih ada anak-anak Tuhan yang peduli dan membuat perbedaan dengan memproduksi film yang mengajarkan nilai-nilai Kristiani.

Film berjudul "Fireproof" misalnya, meski sekilas bila memperhatikan posternya akan memberikan kesan ini adalah film tentang kehidupan para petugas pemadam kebakaran seperti produksi Hollywood umumnya. Namun ternyata film ini menyuguhkan lebih dari itu dan memberikan rasa yang berbeda.

Adalah Kendrick bersaudara dari Gereja Baptis Sherwood di Albania, Georgia, AS yang menulis naskah Fireproof. Gereja ini memiliki pelayanan di bidang pembuatan film dan Alex Kendrick adalah pendeta yang mengepalai bagian media di gereja tersebut. Budaya film telah mempengaruhi banyak penduduk Amerika sehingga mendorong Alex untuk menggunakannya sebagai media pekabaran Injil.

Fireproof merupakan film ketiga Alex Kendrick. Dua sebelumnya adalah "Flywheel" (2003) dan "Facing the Giants" (2006) yang secara mengejutkan masuk jajaran film box office meskipun diproduksi dengan biaya rendah.

Kisah Fireproof berpusat pada kehidupan seorang petugas pemadam kebakaran bernama Caleb Holt (Kirk Cameron) dan istrinya Catherine (Erin Bethea) yang telah dinikahinya selama 7 tahun. Sebagai keluarga tanpa anak, keduanya begitu sibuk dengan pekerjaan dan karir masing-masing. Pernikahan yang awalnya begitu manis kemudian mulai timbul percikan-percikan api. Caleb merasa tidak dihormati oleh istrinya sedangkan Catherine merasa Caleb kurang perhatian, dan terobsesi memiliki kapal sampai sepertiga gajinya ditabung khusus untuk mewujudkan impiannya itu.

Perbedaan pendapat pun semakin memuncak dan akhirnya berujung kepada tuntutan Catherine untuk minta cerai. Orangtua Caleb yang pernah mengalami masa-masa seperti ini kemudian datang menjadi penasihat dan sang ayah, John Holt (Harris Malcom) menantang Caleb untuk menerapkan prinsip-prinsip hubungan cinta selama 40 hari yang dinamakan "The Love Dare". John memberikan sebuah buku yang di dalamnya juga dilengkapi ayat-ayat Alkitab.

Baru memulai beberapa hari, Caleb merasa tidak sanggup meneruskannya karena selalu ditolak dan setiap kali ia menelepon ayahnya, Caleb kembali disemangati untuk tetap melanjutkan tantangan itu. Suatu hari ketika Caleb memberikan surprise makan malam yang romantis buat istrinya, bukannya ucapan terima kasih yang diterima tapi sebaliknya perkataan yang menyakitkan. "I don't love you!" kata istrinya, dan keesokan harinya Caleb mendapati surat cerai untuk ditandatangani.

Sementara Catherine yang bekerja sebagai humas sebuah rumah sakit menemukan pelarian pria idaman lain, seorang dokter muda yang sangat perhatian pada masalah-masalah yang dialami Catherine. Semakin hari hubungan keduanya semakin dekat dan sang dokter sangat tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita.

Caleb yang semakin frustrasi, tetap mencoba untuk bertahan dalam kesetiaan janjinya. "Bagaimana aku bisa mencinta seseorang yang terus saja menolak aku?" tanya Caleb pada ayahnya. John menjelaskan, bahwa ini juga yang dirasakan Tuhan saat orang-orang menolak kasihNya. Yesus dihina, dianiaya, diludahi bahkan mati di kayu salib. Nasihat berharga ini mengubah pemikiran Caleb dan membuatnya bertekad mengambil komitmen baru untuk menjadi seorang Kristen sejati. Caleb telah belajar apa artinya cinta yang sejati.

Sekarang, apakah terlambat baginya untuk menyelamatkan pernikahannya? Instingnya sebagai petugas pemadam kebakaran bergerak cepat, "Aku harus menyelamatkan pernikahanku." Ini tugas terberat bagi Caleb dibandingkan menyelamatkan seseorang keluar dari kobaran api.

Perjuangan Caleb di antara kobaran api di tengah kebakaran hebat dan komitmennya untuk mempertahankan pernikahannya yang di ujung tanduk dipadukan dengan baik dalam film ini. Dan seperti dapat diduga serta menjadi harapan semua penonton, keteguhan Caleb akhirnya berhasil menyelamatkan pernikahannya dan Catherine kembali dalam pelukannya. Dengan penyertaan Tuhan, Caleb bukan saja berhasil menyelesaikan tantangan selama 40 hari dari buku ayahnya bahkan telah melewatinya hingga hari ke-43 dan memenangkannya.

Namun cerita belum berakhir, buku "The Love Dare" yang diberikan kepadanya ternyata bukan ditulis ayahnya, seperti disangka oleh Caleb sebelumnya. Buku tersebut ternyata adalah ditulis oleh ibunya ketika ayahnya hendak meninggalkan dia. Tak menduga dengan kenyataan ini, Caleb segera meminta maaf pada ibunya karena telah berprasangka buruk dan berlaku kasar padanya. Pemulihanpun terjadi di antara mereka.

Film ini mengajarkan banyak hal kepada kita, khususnya kepada pasangan menikah. Untuk dapat mengasihi dengan tulus, kita membutuhkan Yesus. Manusia atau pasangan kita dapat mengecewakan, tapi dengan kasih dariNya kita tidak akan pernah berhenti untuk mengasihi walaupun kita menerima perlakuan sebaliknya.

Pemain:
Kirk Cameron (Caleb Holt), Erin Bethea (Catherine Holt), Ken Bevel (Michael Simmons), Harris Malcom (John Holt), Phyllis Malcom (Cheryl Holt), Blake Bailey (Stephanie Mills), Walter Burnett (Dr. Anderson), Bill Stafford (Mr. Rudolph)
Sutradara: Alex Kendrick
Genre: Drama
Durasi: 1 jam 58 menit
Release: September 2008

Read more...

recent comments


Cari di ezramos.blogspot.com...

recommended links

     » Christian Men's Network Indonesia
     » Wanita Bijak
     » Christian Parent
     » All About Parenting
     » Focus On The Family
     » Children’s Ministry Online
     » Jesus for Children
     » Salvation Kids
     » Kid Explorers
     » CBH (Children's Bible Hours)
» Blog ini didedikasikan untuk kedua anak yang kami kasihi, Ezra dan Amos serta kepada seluruh orangtua Kristen yang memiliki anak-anak agar mereka tetap memegang teguh komitmen dan tanggung jawab atas kehidupan anak-anak yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. God bless you!

"Hai anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita." (Ams. 23:15)

meet the parents

Add me Add me

  © 2008 Blogger template by Ourblogtemplates.com

Back to TOP