Moralitas dan Rasa Hormat

Virginia Satir, seorang pakar terapi keluarga, mengemukakan bahwa suami-istri adalah poros keluarga. Dengan kata lain, hubungan suami-istri sangat mewarnai kondisi keluarga secara keseluruhan. Salah satu aspek kehidupan suami-istri yang berdampak langsung pada keluarga ialah kehidupan moral suami dan istri.

Sebagai contoh, keberhasilan orang mendisiplin anak sangat terkait dengan kehidupan moral orangtuanya. Apabila anak menghormati kehidupan moral orangtua, anak juga cenderung mematuhi petuah orangtua. Sebaliknya, wibawa orangtua untuk menerapkan disiplin kepada anak mudah merosot jika anak sudah tidak menghormati kehidupan moral orangtuanya lagi.

Konsep yang sama dapat pula diterapkan pada hubungan suami-istri. Sesungguhnya, respek terhadap pasangan sangat bertalian dengan kehidupan moral pasangan itu sendiri. Respek yang telah tererosi akan meresap masuk dan membawa pengaruh pada banyak aspek kehidupan suami-istri. Sebaliknya, respek yang terpelihara (apalagi bertambah) akan menyederhanakan dan menyelesaikan persoalan dalam pernikahan. Itu sebabnya, bagian moral merupakan elemen yang integral dalam kehidupan suam-istri, namun malangnya, acap kali luput dari perhatian kita.

Kehidupan moral dapat dibagi dalam dua unsur: standar dan perilaku. Standar moral mencakup keyakinan tentang benar-salah dan baik-buruk sedangkan perilaku moral mengacu kepada perbuatan konkretnya sendiri. Kesamaan atau kesesuaian antara standar dan perilaku moral, saya sebut ‘integritas’. Jadi, orang yang mengaku Kristen tetapi kalau marah memukuli istrinya, adalah orang yang tidak memiliki integritas. Hal yang sama bisa ditujukan kepada seorang istri yang mengaku respek terhadap suaminya namun sering melontarkan kata-kata yang menghina. Integritas adalah kekonsistenan antara apa yang diucapkan dan yang dilakukan, antara yang apa yang diyakini dan yang diperbuat.

Hampir semua orang dapat mengemukakan apa yang dipercayainya sebagai kebaikan dan keburukan, tetapi tidak semua bisa hidup sesuai dengan standar moralnya itu. Adakalanya suami menolak "khotbah" istrinya sebab ia tidak melihat integritas pada istrinya. Mungkin suami itu berdalih, "Engkau sendiri melakukan hal yang sama!" Atau, kadang istri sukar menerima keputusan suaminya, sebab ia tahu bahwa keputusan itu, toh, akan dilangggar oleh suaminya sendiri pula.

Hampir semua orang dapat mempunyai integritas—dengan standar moral yang rendah. Maksud saya, bukankah mudah bagi kita untuk meraih standar jika standar itu rendah. Jadi, akan ada orang yang berkata, "Saya tidak suka berpura-pura! Kalau saya main perempuan, saya pasti memberitahukan istri saya. Terserah dia mau terima atau tidak!" Standar dan perilaku moral yang rendah, betapapun menunjukkan integritas, tetap berdampak negatif terhadap pernikahan—tidak akan membuahkan respek pada diri pasangannya.

Bila kita ingin meningkatkan kualitas hubungan nikah, tidak bisa tidak, kita mesti memelihara integritas yang tinggi. Standar moral harus sepadan dengan yang telah Tuhan tetapkan. Firman Tuhan memacu kita untuk memiliki standar yang tinggi, sebagaimana dapat kita tilik di Filipi 4:8, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."

Sejak kecil istri saya sudah hidup di luar negeri sebelum akhirnya menetap di Amerika Serikat. Setelah kami menikah, kami pun menancapkan akar kami di negeri Paman Sam itu. Sewaktu kami kembali ke Indonesia, 9 tahun yang lalu, ia harus meninggalkan keluarga dan kehidupannya di sana—sebuah keputusan yang tidak mudah diambil. Ia melakukannya dengan suatu keyakinan bahwa itulah yang Tuhan tuntut darinya. Dengan setia ia mendampingi saya di sini dan setiap hari saya melihatnya membaca Alkitab dan bersaat teduh dengan Tuhan. Ia jugalah yang memastikan agar anak-anak membaca Alkitab setiap hari dan memantau kehidupan rohani mereka. Apa yang muncul dalam hati saya menyaksikan semua ini? Respek!

Apakah kami tidak lagi berselisih paham setelah melakukan semua ini? Sudah tentu masih—kadang kecil, kadang besar. Namun, respek yang telah menyerapi benak kami bekerja sebagai penawar dan penahan berkembangnya masalah. Respek tidak usah dicari dari luar sebab itu tidak akan ada. Respek bertunas dari kehidupan moral yang "mulia dan patut dipuji."

By Pdt. Paul Gunadi | Sumber: Eunike

0 komentar:

recent comments


Cari di ezramos.blogspot.com...

recommended links

     » Christian Men's Network Indonesia
     » Wanita Bijak
     » Christian Parent
     » All About Parenting
     » Focus On The Family
     » Children’s Ministry Online
     » Jesus for Children
     » Salvation Kids
     » Kid Explorers
     » CBH (Children's Bible Hours)
» Blog ini didedikasikan untuk kedua anak yang kami kasihi, Ezra dan Amos serta kepada seluruh orangtua Kristen yang memiliki anak-anak agar mereka tetap memegang teguh komitmen dan tanggung jawab atas kehidupan anak-anak yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. God bless you!

"Hai anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita." (Ams. 23:15)

meet the parents

Add me Add me

  © 2008 Blogger template by Ourblogtemplates.com

Back to TOP