Menolong Anak Punya Cita-cita

Apakah Anda masih ingat cita-cita Anda ketika TK dulu? Waktu saya SD, banyak anak jika ditanya “mau jadi apa”, akan menjawab: mau jadi presiden, dokter, insinyur. Zaman sekarang anak-anak mengatakan mau jadi scientist, ahli fisika, dan sebagainya. Jarang yang mau jadi guru atau perawat. Pada akhirnya hanya sedikit anak yang terus memegang cita-citanya sampai dewasa.

Tujuan Hidup
Kita harus punya tujuan hidup yang jelas. Dengan demikian, apa pun hambatan yang menghadang, kita punya harapan untuk maju. ”Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit,” kata Bung Karno dulu. Walaupun tujuan hidup berbeda dengan cita-cita, tujuan hidup membuat cita-cita kita tajam dan terarah.

Saya pun ingin menanamkan pentingnya punya tujuan hidup kepada kedua anak saya sejak mereka kecil. Saya memulainya dengan membiasakan mereka mendengar istilah ”tujuan”. Kalau kami akan melakukan sesuatu dengan anak-anak, saya selalu memikirkan tujuan kegiatan tersebut. Saat anak-anak meminta apa pun, saya juga mengajak mereka memikirkan tujuannya.

”Mengapa kamu mau membeli alat itu?” tanya saya ketika di toko peralatan olahraga Moze minta dibelikan alat untuk snorkel. Waktu Jo meminta sketch book dan berbagai jenis pinsil untuk latihan menggambar, saya mendorong dia mengisi lembaran buku itu setiap hari dan memperhatikan kemajuan sketsa-nya. Melalui pertanyaan ”apa tujuanmu” yang terus-menerus ini saya hendak membangun nilai dalam diri anak-anak bahwa apa pun yang dia lakukan, semua hendaknya bertujuan, tidak sembarang dan asal-asalan.

Minat dan Harga Diri
Mengembangkan minat anak adalah salah satu cara menemukan cita-cita. Beberapa kesukaan anak yang bisa diperdalam adalah dalam bidang seni (suara, gambar/lukis, musik, puisi). Mungkin nantinya dia akan suka science, menulis atau bahasa, tetapi bidang ini umumnya dikenali saat anak mulai mempelajarinya di sekolah.

Sebagai orang tua ada baiknya kita mengenali minat dan bakat anak serta menyesuaikan itu dengan kurikulum sekolah. Beberapa sekolah menekankan pentingnya melatih anak dengan berbagai tugas, termasuk memperlengkapi anak dengan pekerjaan rumah. Sekolah lain beda. Guru berpendapat sudah cukuplah anak belajar di sekolah. Rumah adalah tempat anak berekreasi atau mendalami hal-hal di luar kurikulum sekolah. Ada sekolah yang kurikulumnya bersifat internasional. Sekolah ini menekankan pentingnya community service, kegiatan semacam pramuka, dan lain-lain.

Dalam dunia yang penuh persaingan dewasa ini, kita perlu melatih anak-anak punya harga diri yang baik. Usahakan anak kita tidak menjadi anak yang ”biasa-biasa saja”. Paling tidak dia punya satu hal yang menonjol, yang dibanggakan, yang membuat dia tahu bahwa dia ”diperhitungkan” dalam hal itu.

Apa yang paling disukai dan yang menonjol dalam diri anak Anda? Kalau dia sangat suka olah raga bulutangkis, misalnya, dorong dia masuk klub bulutangkis. Kadang-kadang orang tua perlu berkorban mengantar-jemput, membelikan raket yang baik, atau membayar iuran. Tapi kalau anak kita menonjol di bidang itu, apalagi dia berhasil dapat piala, pengorbanan itu terasa ringan.

Mungkin nantinya anak kita tidak menjadi pemain nasional bulutangkis. Bisa jadi tahun depan kesukaannya sudah berubah ke sepak bola, mengikuti teman-temannya. Tapi yang terpenting, anak kita merasa ”aku bisa di bidang itu” dan dia bangga dengan dirinya. Itulah yang ingin kita bangun.

Demikian juga kalau anak kita suka menggambar, berenang, membangun balok, membuat bentuk-bentuk (play dough), main dengan binatang, atau bercocok-tanam. Ajarilah dia mengembangkan diri di bidang tersebut. Di perpustakaan sekolah atau toko buku tertentu kita bisa mengajak anak membaca berbagai hal yang dia sukai. Bacaan yang pas akan menambah pengetahuannya di bidang yang disukainya.

Ikutkan Kompetisi
Kompetisi adalah salah satu cara mengembangkan kemampuan anak. Ada beberapa keuntungan mengikutsertakan anak pada kompetisi. Pertama, anak akan tahu bahwa banyak anak lain yang punya minat yang sama dengan dia. Bisa jadi, anak kita bukan yang terpandai. Kedua, anak berusaha menjadi pemenang. Dia akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ketiga, kompetisi adalah sarana mengenalkan diri kepada ”dunia”. Siapa tahu, ada kesempatan mengembangkan diri dengan cara yang lebih baik, lewat beasiswa misalnya. Keempat, makin sering anak kita mengikuti kompetisi, mentalnya akan terasah dengan baik. Dia bisa menerima kekalahan, tetapi tidak mabuk oleh kemenangan.

Selain melatih anak dengan berbagai hal yang dilombakan, kita juga harus menyiapkan mentalnya. Tidak semua peserta menjadi juara. Karena itu, kalau sekarang bukan kesempatan kita, lain kali kita bisa merebutnya. Menang atau kalah, kita perlu mengajak anak mengevaluasi diri. Di manakah peran Tuhan dalam kemenangan atau kekalahan mereka? Anak-anak perlu mengerti hal ini.

Kri Lang Kun
Ini adalah singkatan kritis, melangkah, tekun, yang diperkenalkan Prof Yohanes Surya dalam ceramahnya di komunitas kami LK3 (Layanan Konseling Keluarga dan Karir). Intinya, anak perlu ditempatkan pada kondisi kritis, dimotivasi melangkah dan memelihara ketekunan sampai akhir. Jika anak kita sudah mulai menemukan tujuan hidup dan cita-citanya, peran orang tua diperlukan untuk menajamkan visi ini.

Anak kami Josephus menjelang 15 tahun. Waktu SD dia bilang ingin menjadi guru matematika kalau sudah besar. Tapi di kelas 6 dan SMP cita-citanya berubah. Dia ingin jadi ahli sejarah atau arsitek. Ketika di kelas 3 SMP Jo melewati tes minat-bakat, hasilnya mengatakan, Jo punya potensi menjadi konsultan. Dia memiliki kemampuan intrapersonal yang baik.

Di kelas 10 kemampuan Jo dipertajam. Dia menyukai dunia seni, khususnya visual art dan musik. Tetapi Jo tetap suka sejarah. Maka, di kelas 11 ini, dia ingin sekali punya group band, melatih kemampuan lukisnya, dan mendalami bidang sejarah.

Sebagai orang tua kami mendukung cita-cita Josephus. Agar Jo bisa menjaga visi dan tujuan hidupnya dengan baik, kami menempatkannya pada kondisi kritis. Artinya, kami mendorong Jo menceriterakan cita-citanya kepada sebanyak mungkin orang. Mulai dari tante dan om-nya, serta keluarga terdekat, guru dan teman-teman; dan kepada siapa saja yang menanyakan cita-citanya.

Kemudian kami bersama-sama menolong Jo memikirkan langkah-langkah yang harus dikerjakannya agar cita-citanya tercapai. Untuk mengembangkan bakat gambar, Jo perlu latihan gambar setiap hari. Dia perlu membawa sketch book dan pensil ke mana pun. Jo juga perlu membaca surat kabar, mendengar berita TV dan menganalisanya, termasuk membaca buku-buku yang berkaitan dengah perkembangan sejarah dan politik.

Tidak perlu menunggu sampai tahun ajaran baru dimulai. Banyak hal yang bisa dilakukan sekarang untuk memulai langkah. Jo sudah memiliki perencanaan. Guru-guru di sekolah membantu dan mengarahkannya merumuskan langkah tersebut. Kini, tinggallah Jo harus menjalaninya dengan tekun, terus-menerus; kemudian mengevaluasi langkah tersebut.

Bagaimana dengan Anda? Mari kita mulai membantu anak memiliki cita-cita dan tujuan hidup. Kemudian mendampingi mereka untuk menjalani krilangkun mereka. *

By Julianto Simanjutan & Roswitha | Sumber: Membangun Harga Diri Anak, Pelikan

0 komentar:

recent comments


Cari di ezramos.blogspot.com...

recommended links

     » Christian Men's Network Indonesia
     » Wanita Bijak
     » Christian Parent
     » All About Parenting
     » Focus On The Family
     » Children’s Ministry Online
     » Jesus for Children
     » Salvation Kids
     » Kid Explorers
     » CBH (Children's Bible Hours)
» Blog ini didedikasikan untuk kedua anak yang kami kasihi, Ezra dan Amos serta kepada seluruh orangtua Kristen yang memiliki anak-anak agar mereka tetap memegang teguh komitmen dan tanggung jawab atas kehidupan anak-anak yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. God bless you!

"Hai anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita." (Ams. 23:15)

meet the parents

Add me Add me

  © 2008 Blogger template by Ourblogtemplates.com

Back to TOP